Jumat, 21 Agustus 2009

Bismilaahir Rohmaanir Rohiim

Assalammu'alaikum wr.wb.

Allohummasholli'alaa sayyidinaa Muhammad wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad

Puasa Ramadlan


Marhaban ya Romadlon, marhaba yaa syahrul siaami.

*) Saum Ramadlan telah masuk, setiap muslim yang baligh dan sehat diwajibkan untuk melaksanakan saum romadlon sebagaimana firman Allaah Swt. : “Romadlon, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu.” [QS. 2/Al-Baqoroh: 185]

Dengan demikian, jika telah meyakini masuknya bulan Romadlon baik melalui penglihatan hilal oleh dirinya maupun oleh orang lain yang adil, maka wajin baginya berpuasa. Dia harus berniat terlebih dahulu di malam hari, dimulai sejak terbenam matahari sampai terbit fajar bahwa dia akan berpuasa besok hari di bulan Romadlon.
Demikian seterusnya setiap hari sampai bulan Romadlon berakhir.

Jika dia melanggar ketentuan tersebut, maka puasanya batal. Jika dengan alasan yang dibenarkan dia berbuka, maka dia harus menggantinya (qodlo’). Dan jika pada siang hari dia berhubungan badan, maka dia harus membayar kifarat, yaitu memerdekakan budak muslim. Jika tidak mampu (tidak ada), maka dia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu juga, maka hendaklah dia memberi makan orang miskin yang masing-masing mendapatkan satu mud makanan (= 173 dirham), atau setengah sha’ kurma, atau gandum, atau jika tidak ada kurma dan gandum, maka boleh memberi makanan pokok, dan jika tidak mendapatkannya juga, maka kewajiban itu gugur, tetapi hendaklah dia memohon ampunan kepada Allaah dan bertobat kepada-Nya, tidak mengulanginya dan senantiasa berbuat baik. Selanjutnya, dia harus berusaha menghindari berdekatan, atau mencium istrinya pada siang hari di bulan Romadlon.

Dianjurkan pada siang hari di bulan Romadlon untuk tidak menggosok gigi atau mencicipi makanan, ghibah, mengadu domba, dusta, dan lain sebagainya. Dan disunahkan untuk menyegerakan berbuka kecuali pada saat cuaca mendung, maka mengakhirkannya adalah lebih baik. Disunahkan juga untuk mengakhirkan makan sahur, kecuali bagi orang yang tidak mengetahui waktu terbit fajar. Diutamakan untuk berbuka puasa dengan makan kurma dan air putih, dan diperintahkan ketika hendak berbuka puasa berdo’a terlebih dahulu seperti yang diajarkan oleh Rosulullaah Saw.

Hal itu didasarkan atas sabda Rosulullah Saw.: 
“Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, lalu tiba waktu berbuka, maka hendaklah dia mengucaplan, ‘Dengan menyebit asma Allaah, yaa Allaah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Maha suci Engkau dan segala puji hanya bagi-Mu. Yaa Allaah, terimalah semua amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

*) Sabda Rosulullaah Saw., Allaah Swt. berfirman:
“Setiap kebaikan sepuluh sampai tujuh ratus lipat balasannya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.”  
Kata Rosulullaah Saw.:
“Setiap sesuatu mempunyai pintunya (sendiri), dan pintu ibadah adalah berpuasa.”

Puasa dikhusukan seperti ini karena dua hal, yaitu:
- Pertama, Ia condong pada penahanan diri. Ia merupakan amal yang bersifat rahasia yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, kecuali Allaah Swt. Ia tidak seperti sholat, zakat, dan lainnya.
- Kedua, ia mengatasi musuh Allaah. Karena sesungguhnya setan adalah musuh. Musuh tidaklah kuat kecuali dengan perantaraan syahwat. Sedangkan lapar memecahkan semua syahwat yang merupakan alat-alat setan.

Untuk itu Rosulullaah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya setan bergerak dalam diri manusia bersama aliran darah. Maka, persempitlah ruang gerak setan itu dengan lapar.”

Ini merupakan rahasia sabda Nabi Saw.:
“Bila datang bulan Ramadlan, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka dikunsi, dan setan dibelenggu. Ada suara yang menyeru, ‘Hai pencari kebaikan, kemarilah! Dan, ‘Hai pencari keburukan, engkau dibatasi.’.“  

Ukuran puasa itu ada tiga tingkat, dan rahasia puasa ada tiga tingkat pula. Ada pun tingkat kadar puasa, yang paling sedikit adalah hanya puasa di bulan Ramadlan. Sedangkan yang paling tinggi adalah puasa Dawud, yakni berpuasa sehari dan berbuka sehari. Di dalam hadits shohih disebutkan bahwa puasa Dawud lebih utama daripada puasa setahun penuh, dan ia merupakan puasa yang paling utama. Rahasianya adalah bahwa orang yang berpuasa setahun penuh akan menjadikan puasa itu menjadi kebiasaan sehingga tidak merasakan kepayahan di dalam jiwanya. Dan hatinya tidak merasakan kejernihan, serta syahwatnya tidak merasakan kelamahan. Karena sesungguhnya nafsu hanya terpengaruh dengan sesuatu yang memecahkannya, bukan dengan sesuatu yang menjadi kebiasaannya.

Dan ini adalah rahasia sabda Nabi Saw. kepada ‘Abdullah bin ‘Umar ra. tatkala dia bertanya Nabi Saw. tentang puasa. Nabi Saw. bersabda, “Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari (puasa Nabi Dawud).” ‘Abdullah berkata, ‘Aku menginginkan yang lebih utama dari itu.’ Nabi Saw. bersabda, “Tidak ada yang lebih utama dari itu.” Oleh karena saat diberitahukan kepada Rosulullaah Saw., ‘Sesungguhnya Fulan berpuasa setahun penuh.’ Nabi Saw. bersabda, “Dia tidak berpuasa dan tidak berbuka.” Sebagaimana dikatakan oleh ‘Aisyah ra. tentang seseorang yang membaca al-Qur’an dengan sangat cepat, “Sesungguhnya orang itu tidak membaca dan tidak pula diam.”

Adapun tingkatan pertengahan adalah hendaknya berpuasa sepertiga tahun, sebagaimana biasa dilakukan, yaitu puasa Senin-Kamis dan ditambah puasa Ramadlan, maka berarti telah berpuasa dalam setahun sebanyak empat bulan empat hari (124 hari), itu sudah lebih dari sepertiga tahun. Namun dikurangi satu hari dari hari tasyrik, dan dikurangi lagi dengan dua hari raya (hari ‘Ied).

Adapun tingkat rahasia puasa ada tiga:
Pertama, yang paling rendah adalah menahan diri dari segala yang membatalkan dan tidak menahan anggota tubuh dari hal-hal yang dimakruhkan. Itu adalah puasanya orang awam, yaitu mereka yang puas hanya dengan nama: ‘puasa’.

Kedua, hendaknya ditambahi dengan menahan anggota tubuh. Misalnya, menjaga lisan dari ghibah (mengumpat); menjaga pandangan dari zina mata; dan demikian pula dengan anggota tubuh lainnya. 

Ketiga, engkau menambahinya dengan memelihara hati dari berpikir dan was-was, serta menjadikannya hanya untuk berzikir kepada Allaah ‘Azza wa Jalla. Hal itu merupakan puasanya orang-orang istimewa dan itulah yang sempurna.  

Kemudian puasa juga harus diakhiri dengan sesuatu yang menyempurnakannya. Yaitu, hendaknya berbuka dengan makanan yang halal, bukan syubhat. Hendaknya tidak memperbanyak memakan yang halal sehingga menutupi apa yang telah dilewatinya pada waktu dluha.
Apalagi mengumpulkan porsi dua kali makan untuk sekali makan sehingga memberatkan lambung dan menguatkan syahwatnya, yang akibatnya akan membatalkan rahasia dan fungsi puasa, serta mengakibatkan malas untuk bertahajud. Bahkan, terkadang tidak bangun tidur sebelum subuh. Semua itu merupakan kerugian dan barangkali tidak meraih fungsi puasa.

*) “Puasa merupakan pendekatan diri hamba kepada Allaah, sambutan pelayanan, ketulusan penghambaan, dan pemenuhan hak-hak-Nya. Puasa adalah menahan lapar, haus, dan hubungan suami istri sejak terbit fajar hingga matahari terbenam untuk meraih ridlo’ Allaah.” (Abu Tholib al-Makki)

Secara khusus, puasa (shaum) berarti menjaga enam organ badan, yaitu:
(1) menjaga pandangan dari melihat sesuatu yang tidak pantas (maksiat);
(2) menjaga pendengaran darisesuatu yang haram; dosa atau pembicaraan yang bathil;
(3) menjaga lisan dari pembicaraan yang tidak berguna;
(4) menjaga hati dari niat buruk dan pikiran yang menyimpang, serta menanggalkan angan-angan yang tiada bermanfa’at;
(5) menjaga tangan dari sesuatu yang haram; dan 
(6) menjaga kaki dari melangkah ke tempat yang tidak diperintahkan, tidak dianjurkan, dan menyimpang dari kebaikan.

Barangsiapa secara sukarela berpuasa dengan enam organ di atas, serta berbuka dengan dua organ yang lain, yaitu makan dan minum dengan mulut, atau bersenggama, di sisi Allaah dia adalah orang yang memperoleh keutamaan dalam puasanya. Sebab, dia termasuk orang-orang yang yakin (muuqiniin) dan menjaga hukum-hukum Allaah. 

Barangsiapa berbuka dengan enam organ ini, atau sebagiannya, dan berpuasa dengan dua organ yang lain, yakni perut dan kemaluan, dia tidak menyia-nyiakan hal-hal yang telah dijaganya. Namun, dalam pandangan ulama (ahli ma’rifat), orang ini tidak berpuasa, meskipun dia merasa dirinya telah berpuasa.

Abu Al-Darda’ berkata:
“Betapa indahnya tidur orang-orang bijaksana (akyaas), bagaimana mereka mencela sholat dan puasa orang-orang bodoh. Sungguh, secuil ketaqwaan lebih utama daripada segunung ibadah orang-orang yang terkelabui”

Tiga tingkatan orang yang berpuasa:
Perumpamaan orang yang berpuasa dengan menahan diri dari makan tetapi berbuka dengan melanggar perintah Allaah adalah seperti orang yang berwudlu’ dengan mengusap setiap organ badan sehingga sholatnya tidak sah akibat kebodohannya.

Sementara itu, perumpamaan orang yang berbuka dengan makan dan bersenggama, tetapi berpuasa dengan menahan organ-organ badannya dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang adalah seperti orang yang berwudlu dengan membasuh setiap organ tubuhya masing-masing sekali lalu mendirikan sholat. Dia kehilangan keutamaan dari bilangan dalam wudlu’. Lesuali dia menyempurnakan keridlo’an dengan mengerjakan kebajukan. Sholatnya diterima karena memenuhi hukum-hukumnya. Dengan demikian, dia berbuka dalam kelapangan, dan berpuasa dalam keutamaan.  

Sedangkan perumpamaan orang yang berpuasa dari makan dan bersenggama dan juga berpuasa dengan menahan enam organ tubuhnya dari perbuatan-perbuatan dosa adalah seperti orang yang berwudlu’ dengan membasuh setiap organ tubuhnya masing-masing tiga kali. Dengan demikian, dia telah menggabungkan fardlu’ dan keutamaan serta menyempurnakan perintah dan amalan sunnah. Dan dia termasuk orang-orang yang mengerjakan kebajikan (muhsiniin). Dalam pandangan ulama, dia adalah orang yang benar-benar berpuasa. Inilah puasa orang-orang yang dipuji dalam Al-Qur’an dengan sebutan orang-orang yang berakal (uluu-l al-baab).

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Puasa merupakan perisai selama tidak dirusak dengan dusta dan pergunjingan.”

Bisyr bin Al-Harits meriwayatkan bahwa Sufyan Al-Tsauri berkata, ‘Barang siapa bergunjing, ruskalah puasanya.’

Dan Al-Laits meriwayatkan bahwa Mujahid berkata, ‘Ada dua perbuatan yang merusak puasa, yaitu pergunjingan dan dusta.’

Sedangkan Jabir meriwayatkan bahwa Rosulullaah Saw. bersabda:
“Ada lima hal yang membatalkan puasa, yaitu dusta; pergunjingan; fitnah; sumpah palsu; dan pandangan yang disertai dorngan syahwat.”

Salam hadits lainnya, ‘Barangsiapa bergunjing, puasanya terkoyak. Dia harus menambal puasanya dengan istighfar.’

Dan sabda Rosulullaah Saw. bersabda:
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, Allaah tidak berhajat kepadanya meskipun dia tidak makan dan minum.”

Seorang ulama berkata, ‘Pada ssat dihisab, di antara manusia ada orang yang disempurnakan puasanya dari satu bulan Ramadlan dengan sepuluh dan dua puluh Ramadlam. Begitu juga ibadah-ibadah fardlu’ yang lain, yaitu sholat dan zakat. Jika didapati tidak sempurna, ibadah fardlu’ itu disempurnakan dengan ibadah-ibadah sunnah lainnya.’



Karena tujuan puasa bukanlah hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, melainkan menghindari perbuatan-perbuatan dosa, sebagaimana tujuan sholat bukanlah sekedar melaksanakan kewajiban, melainkan agar mencegah perbuatan keji dan munkar.

Karena Rosulullaah Saw. bersabda:
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, Allaah tidak berhajat kepadanya meskipun dia tidak makan dan minum.”

Dan semoga kita tidak termasuk seperti yang disebutkan dalam hadits bahwa, “Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi hanya mendapatkan lapar dan haus dari puasanya.”

Semoga kita diberikan Allaah kekuatan untuk menjalankan puasa sebagaimana yang disunnahkan Rosulullaah Saw. dan puasa kita mendapat ridlo’ dari-Nya, amiin.

"Mohon ma'af lahir dan bathin."


Wassalaam wr.wb.

melati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar